Soal Pemerkosaan Mei 1998, Aktivis 98 Sebut Belum Kuat Secara Hukum

IMG 20250621 WA0020
Ilustrasi korban pemerkosaan massal Mei 1998 (Foto: Meta AI)
0 0
banner 468x60
Read Time:2 Minute, 36 Second

JAKARTA – Sejumlah mantan aktivis 98 ikut angkat suara terkait polemik mengenai pemerkosaan massal etnis Tionghoa pada kerusuhan Mei 1998 menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan belakangan ini.

Diantaranya adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pijar 98, Kuldip Singh. Dalam pernyataan resminya, ia mengatakan, kasus pemerkosaan kala itu mungkin saja terjadi.

Namun jika peristiwa pemerkosaan itu dianggap terjadi secara massal dan sistematis, ia meragukannya.

Menurut pria yang akrab disapa Diva ini, kasus pemerkosaan itu bisa saja terjadi secara spontanitas, dan tidak ada kaitannya dengan institusi negara saat itu.

Hal ini dikuatkan dengan pengalaman pribadinya, dimana ketika pecah kerusuhan Mei 98, Diva tinggal di daerah Tanjung Duren yang cukup banyak etnis Tionghoanya.

Diva
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pijar 98, Kuldip Singh

Diva mengatakan, kala itu tak ada satupun perempuan Tionghoa di sekitar rumahnya yang menjadi korban kerusuhan, terlebih menjadi korban pemerkosaan.

“Saya tinggal di daerah Tanjung Dureng, dekat kampus Trisakti, banyak warga keturunan Tionghoa yang tinggal disitu, tapi saat peristiwa itu terjadi tidak ada satu pun yang dicolek, warga kampung malah ikut jagain mereka,” ujar Diva, pada Sabtu (21/6/2025).

Hal lain yang membuatnya ragu kalau dugaan pemerkosaan massal Mei 1998 terjadi secara sistematis adalah terkait dengan kekuatan hukumnya.

Diva mengatakan, meski Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kala itu menyatakan ada peristiwa pemerkosaan, namun hingga kini belum ada satupun kasusnya yang berlanjut ke persidangan.

Para korbannya pun belum ada yang secara terang-terangan muncul ke hadapan publik dan melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum.

“Saya kira problemnya disitu, sampai sekarang kan tidak ada persidangan atau tindak lanjut dari temuan TGPF, harusnya kan berupa pengadilan yang fair untuk mengungkap itu semua,” tutur Diva.

Baca Juga :  Jokowi Tinjau Vaksinasi Massal di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri

Hal senada diungkapkan oleh aktivis 98 lainnya, Ridwan. Ketua Gema Puan ini menyatakan, dalam konteks penegakan hukum, pemerkosaan massal Mei 1998 masih sebatas dugaan.

Meski ada temuan dari berbagai pihak, termasuk TGPF dan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga kini belum ada satupun kasusnya yang masuk ke pengadilan.

Jika memang ingin kembali menguak tabir di balik peristiwa Mei 1998, Ridwan meminta publik fokus pada penyebab terjadinya kerusuhan saat itu.

Menurutnya, hal ini lebih baik daripada terpaku pada dugaan peristiwa pemerkosaan massal yang hingga kini belum terbukti secara hukum.

IMG 20250621 WA0019
Ridwan Ketua Gema Puan

“Kalau menurut saya kita harus melihat masalah ini secara objektif. Karena konteksnya kita negara hukum, maka semua harus sesuai dengan prosedur hukum. Harus ada bukti, ada saksi, dan ada korban,” ungkap Ridwan.

Lebih lanjut, Ridwan meminta publik tak begitu larut dalam pro dan kontra ini. Ia khawatir isu ini kembali digaungkan oleh keloompok-kelompok yang ditunggangi kepentingan asing.

“Kita harus paham bahwa setiap konflik yang ada di Indonesia, pasti ada kepentingan asing. Dan kita paham, ada kelompok-kelompok LSM yang kita tahu juga mereka dibiayai oleh pihak asing,” sambungnya.

Terkait dari sisi historis mengenai ada atau tidaknya peristiwa pemerkosaan massal Mei 1998 itu, Diva menyerahkan sepenuhnya pada ahli sejarah yang kini tengah dihimpun oleh Kementerian Kebudayaan untuk menuliskan kembali sejarah Indonesia.

Menurutnya, para ahli sejarah itu adalah orang-orang yang lebih mengerti bagaimana mendokumentasikan peristiwa masa lalu dalam konteks sejarah hari ini.(*)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
banner 300x250

Related posts

banner 468x60